Komisi IX DPR Tekankan Kualitas Perlindungan Pekerja di Luar Negeri
DPR tidak mentargetkan kapan RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN) akan diselesaikan apakah tahun ini atau tahun depan. “ Bagi saya bukan target waktu, tetapi kualitas perlindungan kepada pekerja Indonesia di luar negeri,” tandas anggota Komisi IX DPR Poempida Hidayatulloh dalam acara mingguan Forum Legislasi di Press Room DPR Selasa (26/2).
Dalam acara ini tampil pula anggota DPD Prof.DR. Istibsjaroh dan Erni Murniati dari Serikat Buruh Migran membahas RUU PPILN.
Poempida mengatakan, Komisi IX DPR tidak mematok waktu penyelesaian karena lebih mengedepan kualitas. Ia mengakui DPR bisa saja meyelesaikan RUU ini secepatnya dengan kesepatan bersama pemerintah, namun kalau akhirnya dimentahkan lagi oleh Mahkamah Konstitusi (MK), malah menjadi masalah.
Namun lanjutnya, mengingat adanya sekitar 500 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), pembahasan RUU PPILN mengalami hambatan. “ Ini menjadi PR bagi Pansus untuk merumuskan dan mensinergikan RUU ini. Kalau grand designnya tidak sama bisa panjang,” ungkap Poempida.
Politisi Golkar ini mengusulkan, untuk memberikan perlindungan kepada pekerja di luar negeri, perlu dibentuk tiga badan, yakni badan penempatan mencakup rekrutmen dan pelatihan, badan perlindungan yang sifatnya terpisah dan tak kalah penting adalah badan pendataan. Badan pendataan ini hampir mirip PPATK, yang benar-benar memantau arus kemana TKI.
“ Dengan adanya data-adata akurat maka jika terjadi masalah apapun, termasuk masalah hukum maka KJRI bisa segera membantu menyelesaikan,” terangnya.
Prof. DR. Dra. Hj. Istibsjaroh anggota DPD asal Jawa Timur mengatakan, berbagai masalah yang dialami TKI di luar negeri bersumber dari soal pembekalan untuk berangkat yang kurang temasuk pembekalan hukum. Masalah lain karena TKI tidak dijemput majikan, juga tidak ada fasilitas yang layak untuk pekerja dan gaji yang tidak dibayar.
Di sisi lain, sambungnya, meski untuk meningkatkan devisa, rekrutmen harus dilakukan dengan legal. Kalau ilegal maka banyak terjadi penyimpangan seperti TKI dibawah umur, dilacurkan dan dijual. Calon TKI juga harus dibekali masalah hukum, sementara PPTKI harus diperbaiki jangan seenaknya merekrut calon TKI.
Sementara Erna Murniati dari Serikat Buruh Migran Indonesia menyatakan, RUU PPILN sebagai revisi UU 39/2004 diharapkan akan lebih baik dan meningkat lagi dalam perlindungan kepada pekerja. Harapan lain perlindungannya harus ditingkatkan dan terutama pemerintah hingga ke desa yakni RT dan RW harus terlibat. Pasalnya akar masalahnya dari desa, kalau dari awal saja tidak benar maka selanjutnya akan salah terus. “ Pengawasan harus diperketat termasuk pendidikan ketrampilan yang harus diikuti,” katanya.
Ia menyebut contoh, ada TKI yang tidak mengikuti pendidikan hanya mengisi formulir setelah 2 pekan terus diberangkatkan. Ia juga menekankan, jangan sampai pembekalan ke luar negeri hanya asal jadi. “ Dengan pengawasan ketat akan mudah dipantau kalau terjadi masalah,” ujar Erna yang pernah menjadi TKI di Hongkong. (mp)